Al-Bukhariy telah meriwayatkan di dalam Shahih-nya: Bab: Dosa bagi Orang yang Tidak Menyempurnakan Shaff, dari Anas rodhiyallahu 'anhu, bahwasanya ketika dia datang ke Madinah, dikatakan kepadanya: Apa yang engkau ingkari dari kami sejak engkau bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dia menjawab: "Aku tidak mengingkari sesuatupun, kecuali bahwa kalian tidaklah menegakkan/menyempurnakan shaff-shaff kalian."
Dan berhujjah dengan hadits ini atas apa yang kita berada di dalamnya akan terbangun di atasnya ucapan orang yang mengatakan: bahwa meluruskan shaff adalah perkara mustahab bukan wajib.
Berkata Al-Hafizh: "Dan Ibnu Hazm menentang orang yang menganggap adanya ijma' atas tidak adanya kewajiban (meluruskan & merapatkan shaff -pent.) berdalil dengan apa yang telah shahih dari 'Umar, bahwa ia telah memukul kaki Abu 'Utsman An-Nahdiy untuk meluruskan shaff dan sesuai dengan yang telah shahih dari Suwaid bin Ghaflah, (di mana) dia berkata: "Pernah Bilal meluruskan pundak-pundak kami dan memukul kaki-kaki kami dalam shalat." Maka dia (Ibnu Hazm) mengatakan: "Tidaklah 'Umar dan Bilal akan memukul seseorang karena meninggalkan sesuatu yang bukan wajib."
Dan pendapat ini perlu diteliti kembali, karena bolehnya, bahwa keduanya berpendapat dan berpandangan dijatuhinya hukuman yang keras bagi orang yang meninggalkan sunnah." (Al-Fath 2/209)
Berkata Al-Hafizh terhadap hadits Anas secara marfu': "Luruskan shaff-shaff kalian, karena sesungguhnya lurusnya shaff termasuk menegakkan shalat." :
"Ibnu Hazm berdalil, bahwa perkataan (dari hadits Anas): "menegakkan shalat" menunjukkan wajibnya meluruskan shaff. Dia berkata: "Karena menegakkan shalat itu adalah suatu kewajiban, maka segala sesuatu yang merupakan bagian dari wajib adalah wajib juga."
Dan tidak samar padanya, bahwa para perawi tidak bersepakat atas ungkapan ini.
Sedangkan Ibnu Baththal berpegang dengan zhahir lafazh Abu Hurairah: "Karena, sesungguhnya menegakkan shaff termasuk kebaikan shalat." Lalu ia berdalil dengannya, bahwa meluruskan shaff adalah sunnah. Dia mengatakan: "Karena baiknya sesuatu adalah tambahan atas kesempurnaannya."
Dan dia membawa suatu riwayat: "Termasuk kesempurnaan shalat." (Al-Fath 2/209)
Adapun hadits: "Sungguh kalian luruskan shaff-shaff kalian, atau sungguh Allah akan selisihkan di antara wajah-wajah kalian."
Sungguh, telah diperselisihkan ancaman ini, apakah mengandung pengertian yang sebenarnya atau hanya sekedar majaz? Barangsiapa yang memahami hadits itu dengan pengertian sebenarnya, maka mengharuskannya untuk berpendapat akan wajibnya hal itu (meluruskan shaff)." (Al-Fath 2/207)
Ibnu Rusyd telah menghikayatkan adanya ijma' atas tidak adanya kewajiban, dia mengatakan: "Para 'ulama telah bersepakat, bahwa shaff pertama sangatlah disukai, demikian juga merapatkan/saling menempel pada shaff dan meluruskannya. Dikarenakan adanya perintah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." (Bidaayatul Mujtahid 1/187)
Kesimpulannya bahwa masalah ini bukan di sini tempatnya untuk membicarakannya secara panjang-lebar. Akan tetapi yang dimaksudkan dengannya di sini adalah, bahwa jumhur ummat berpandangan tentang sunnahnya merapatkan shaff dan mengingkari orang yang menyelisihinya."
Maka tercapailah apa yang dimaksud: yaitu pengingkaran terhadap orang yang menyelisihi sunnah menurut para 'ulama